Skip to main content

-Confession (Sebuah Cerpen)

(source: pinterest)

Rantai-rantai roda berputar, berbagai macam bunyi mesin laju bercampur padu—berderu samar di antara kebisingan hiruk pikuk jalan raya pada puncak waktu sibuknya. Sementara itu, di sebuah persimpangan jalan, seorang pemuda tanpa sarung tangan tampak mencengkeram stang kemudinya dengan kuat, badannya berkelok-kelok dengan elok mengikuti alunan irama aspal yang mengarahkannya pada persimpangan-persimpangan lain di kota itu. Sesekali, pemuda itu menggerak-gerakan jemarinya yang lentik ketika ia dan kendaraan kecilnya terhenti di perempatan lampu merah. Atau kalau tidak, tangannya yang usil itu lebih suka menepuk-nepuk kaki orang yang terjulur dari jok penumpang di belakangnya dengan ketukan irama tersendiri. Persis seperti apa yang akan dilakukannya sekarang.

“Joan!” suara pekikan dari jok belakang memprotes. Suara perempuan.

“Jangan tidur, Ara.” ungkap si pemuda, terkekeh di balik helm full face-nya.

“Mana ada aku tidur?”

Si pemuda kemudian kembali terfokus pada lampu merah, dengan sabar menunggu saat yang tepat untuk kembali berpacu dengan sepeda motor lainnya di landasan fly over. Andai saja si pemuda—atau semua orang dapat menyaksikannya kala itu, bahwa ada seutas senyum yang diam-diam merekah tersembunyi di balik sehelai kain masker yang tidak lebih tebal daripada selembar kertas asturo. Perempuan itu berdehem, berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri sore itu. Ia tidak ingin terlalu lama berlarut dalam perasaan menyenangkan yang tiba-tiba datangnya. Entah mengapa baginya, obrolan sederhana yang mengisi keheningan tiap kali ia terjebak dengan seseorang di persimpangan lampu merah justru punya kekhasannya tersendiri. Obrolan tentang apapun, dengan siapapapun, sesingkat apapun, selalu terasa unik dan mudah terkenang dengan caranya sendiri.

Ara, sapaan akrabnya. Gadis itu berpostur lebih kecil dari pada teman lelakinya, Joan. Tingginya tak sampai 160 cm sehingga dapat tersamarkan dengan mudah di balik punggung si pengemudi motor. Di bahunya yang mungil bertengger ransel berwarna gelap tanpa merek yang dibelinya di toko online setahun yang lalu. Sembari mulai bersenandung kecil, gadis itu diam-diam memperhatikan gerakan awan yang bergerak lamban di atas kepala mereka, mencoba membayangkan bentuk-bentuk imajinatif seperti kura-kura, sekuntum bunga mawar, penggaris, atau apapun yang bisa ia bayangkan di dalam pikirannya sendiri. Namun belum sampai sepuluh detik, lampu hijau kembali menyala dan si pemuda dengan cepat membawanya berlari lagi. Bersama-sama menyusuri kota.

^^^

Sisa-sisa semburat oranye kemerahan dengan sedikit percampuran gradasi magenta dan ungu pastel merebak di cakrawala, membubuhi setiap inci demi inci bentangan langit sebagai pertanda hari sudah semakin sore. Bahkan hingga beberapa waktu setelah itu, sesudah matahari terbenam dengan sempurna ditelan perbukitan dan atap-atap bangunan yang tidak simetris itu, perjalanan kecil mereka masih belum juga selesai. Semakin jauh sepeda motor itu melaju, tampaknya jalan yang dilalui pun semakin menyempit. Begitu pula dengan sisi-sisi lain jalan yang semakin menyepi seakan mereka memasuki kawasan asing tak berpenghuni. Sebuah jalan tampak terjal menanjak di ujung mata, namun beberapa kali bunyi rem harus berdecit karena turunan tak landai yang tiba-tiba.

“Masih jauh?” gadis penumpang yang di belakang bertanya, penasaran.

“Sebentar lagi, nggak begitu jauh.” Jawab si pengemudi.

Dalam hitungan detik, mereka tiba di sebuah jalan setapak tak beraspal, terhimpit di antara rerumputan dan ilalang yang menjalar dengan liar di kedua sisinya. Di sampingnya, tumbuh semak-semak dan pepohonan kebun yang hampir tak terlihat lagi warnanya karena minim penerangan. Lalu beberapa meter di ujung jalan, sebuah bangunan kecil dengan halaman yang luas menyembul di antara keheningan malam. Gelap. Sunyi.

Si pemuda menghentikan sepeda motornya tepat di depan pagar.

 "Sudah sampai. Ayo turun,"

“Rumahnya yang ini? Betulan yang ini?”

“Iya. Memangnya kamu pikir apa? Apartemen 20 lantai? Nggak, lah.”

Gadis itu terkekeh sambil melompat turun dari jok motor, pupil matanya membulat karena harus beradaptasi dengan lingkungan yang gelap.  Atas dasar keinginannya sendiri, ia lalu melenggang masuk menyusuri pekarangan penuh ilalang menuju bangunan utama yang dicat putih begitu kawannya, Joan, berhasil membuka kunci gembok pagar.

Rumah itu—sebenarnya tidak tahu apakah bisa disebut sebagai rumah karena hanya terdiri dari satu ruangan utama yang difungsikan menjadi kamar tidur, satu ruangan lain sebagai dapur, dan satu kamar mandi yang ukurannya cukup untuk menampung satu kloset dan mesin cuci—kelihatannya masih belum rampung sempurna, sebab beberapa dinding masih dibiarkan alami tanpa dipoles cat tembok sama sekali. Atau, memang pemiliknya sengaja membiarkan seperti itu saja karena terlampau malas.

Selama beberapa waktu terakhir, laki-laki itu tinggal di sini, di tempat ini. Bangunan itu memang bukan miliknya, seseorang memintanya untuk sementara menempati rumah itu selama ia berada di kota ini. Lalu sekarang, rencananya ia hanya akan singgah sebentar untuk mengambil beberapa barang kemudian segera kembali ke rumahnya, ke kota asalnya sebelum hari semakin larut.

Begitu mereka sampai di depan pintu, semua lampu masih dalam kondisi padam. Suasana begitu hening, hanya ada bunyi serangga sejenis jangkrik serta tetesan gerimis yang lambat laun semakin membesar hingga membuat keduanya otomatis merapatkan diri ke arah pintu. Ara dengan cemas menengok ke area lahan yang dipunggunginya. Di pekarangan belakang, konon memang ada kuburan tua. Membayangkan sosok yang tidak-tidak bisa saja membuat orang bergidik ngeri tiap kali berdiri di tempat itu terlebih pada malam hari seperti ini. Akan tetapi, gadis yang datang kemari itu tidak takut. Sama sekali tidak. Ia merasa sangat aman—bahkan cenderung nyaman—sebab ada seorang teman baik di sisinya. Dan mengetahui fakta bahwa rumah ini memang biasa ditinggali oleh teman laki-lakinya itu membuat suasana hatinya jauh lebih tenteram.

Selama beberapa menit, Joan sibuk sendiri dengan kunci-kunci. Ia berusaha memasukkan salah satunya pada lubang kunci pintu dan memutarnya berulang kali, mengira-ngira letak posisi yang pas menggunakan insting sebab tak ada cahaya dari arah mana pun yang dapat menembus sampai ke depan rumah. Dengan serentetan suara gemerincing logam yang berisik akhirnya pintu itu terbuka dan ruangan menyala dengan segera setelah ia menekan tombol saklarnya dari dalam.

“Nah, jauh lebih baik!”

^^^

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam lewat sekian, namun dilihat dari balik pintu yang sengaja dibiarkan terbuka, hujan tampak begitu bersemangat mengguyuri seisi kota tanpa berencana untuk mengakhirinya lebih awal.

Laki-laki itu duduk duduk dengan santai di atas kasurnya—benar-benar kasur miliknya—pikirannya tenggelam ke dalam kebisingan tak bersuara yang simpang siur di layar ponselnya. Wajahnya berkerut, tatapannya serius. Ara menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, takjub melihat tingkah laku kawannya yang seakan memiliki kesibukan tiada akhir. Dasar orang penting, ia membatin.

Sementara Joan terbenam dalam obrolan ‘penting’ di dalam dunianya, gadis itu dengan setengah mengantuk dan badan letih setelah seharian berkegiatan di kampus diam-diam berselonjor kaki di atas karpet bulu di samping pintu, merebahkan kepalanya ke samping pada sisi kasur dan memejamkan mata sembari mencoba menemukan ketenangan batin dengan mendengarkan bunyi rintik hujan. Begitu damai..

“Gimana sama Wisnu?”

Sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan. Rupanya ia telah selesai dengan urusan di ponselnya dan kini tertarik untuk membuka obrolan.

“Kayaknya dia beneran suka sama kamu deh, Ra? Si Wisnu,”

Mendengar topik obrolan yang diangkat, gadis itu cuma nyengir.

“Apanya yang gimana?”

“Ya, dia udah nembak atau belum?”

Gadis itu menggeleng dengan cepat sesaat setelah tawanya meledak tak terbendung.

“Udah ditembak, ya?”

“Apaan sih Joan, kok tiba-tiba nanya begituan?”

“Ya, siapa tahu?”

Laki-laki itu tersenyum lebar, begitu kentara di wajahnya bahwa ia menikmati ekspresi dan aura panik dari perempuan yang tengah bersungut-sungut di sampingnya. Entah apa yang membuatnya tertarik, tapi di matanya Ara memang perempuan yang menarik.

Gadis itu menggelengkan kepalanya sekali lagi sambil berujar,

“Nggak, nggak ada tembak menembak. Memangnya kita tentara?”

Joan terkekeh.

“Terus?” tanyanya. “Terus gimana kelanjutannya?”

“Hmm, ya.. secara nggak langsung dia pernah confess sih. Beberapa waktu lalu.. Tapi intinya bukan itu. Dia memang suka sama aku, sejelas itu, sekentara itu bahkan sekali pun dia nggak pernah bilang kayaknya aku juga udah tahu.” Gadis itu memaparkan panjang lebar dengan gaya bicaranya yang cukup menggemaskan; bersemangat, ekspresif, dan penuh warna  pada setiap penekanan diksinya. “Tapi aku nggak tahu, Jo..  Aku nggak tahu apakah aku punya perasaan yang sama ke dia,”

“Duh, pokoknya kamu tahu lah, Jo. Kalau ada orang suka sama kita biasanya suka muncul feeling tersendiri, bikin kita sadar. Kerasa aja gitu.. ada yang beda. Ya, kan? Ngerti, kan?”

Joan, yang tanpa gadis itu sadari sudah memperhatikannya sedari tadi tersenyum geli. Ia menepuk-nepuk kepala gadis itu lembut bagai mengekspresikan rasa sayang.

Ada sesuatu, sesuatu dari masa lalu yang sejatinya hampir tidak pernah ia ungkapkan secara langsung kini tiba-tiba menyeruak ke dalam pikirannya. Sesuatu yang membuatnya mengingat kembali pertemuan-pertemuan awal mereka di tahun pertama perkuliahan, sesuatu yang membawanya kembali pada perasaan singgah tak singgah yang selalu ditutup-tutupinya selama ini. Sesuatu yang membuatnya teringat, bahwa pada suatu hari jauh sebelum hari ini diciptakan, ia sempat begitu menyukai gadis di hadapannya itu.

Laki-laki itu kemudian menatap sepasang mata berbentuk setengah bulan di sampingnya lekat-lekat. Dengan penuh kesadaran, ia paham betul bahwa bagaimana pun waktu tak bisa diputar ulang—hanya saja masih bisa dikenang. Lalu sambil sedikit terkekeh, ia bertanya,

“Tapi kenapa waktu dulu kamu bisa nggak sadar, Ra?”

Ara tertegun. Butuh satu detik baginya untuk menangkap maksud pertanyaan itu.

Gurat senyum di bibir Joan tampak mengisyaratkan sesuatu dan gadis itu dengan cepat memahaminya. Ia hanya terkejut, sebab selama ini anak itu tidak pernah menunjukkan apapun soal ketertarikan secara romantik atau apalah. Mereka hanya teman, tidak pernah lebih dari itu. Sepasang teman yang juga tak setiap saat selalu bersama. Satu hal yang Ara tahu—dan selalu diyakininya sampai detik ini, anak laki-laki itu selalu begitu baik padanya karena mereka berteman akrab. Karena mereka saling terhubung. Semacam ada gelombang tak kasat mata yang menyatukan tapi bukan seperti pasangan, melainkan sesuatu yang terasa jauh lebih menenangkan seperti.. persaudaraan?

Namun tanpa berpikir panjang, gadis itu ikut tertawa. Suasananya hangat dan pertanyaan Joan barusan membuat semuanya terasa lebih konyol lagi. Dan untuk kedua kalinya, tanpa berpikir panjang, kalimat ini lolos dari mulut Ara dengan sendirinya,

“Yah, Joan. Kenapa dulu kamu juga nggak ngeh, sih?”

            Joan terkekeh lagi. Mereka tertawa bersama-sama, menikmati suasana malam yang hangat sebelum satu detik kemudian keduanya saling menyadari.

^^^

Hujan belum usai, tapi waktu tak mau menunggu. Sudah hampir pukul 8 malam dan Joan harus segera mengantarkan Ara sampai ke depan pintu pagar rumahnya dengan selamat.

Ara berdiri di samping sepeda motor yang menyala, memperhatikan perkebunan gelap di sekelilingnya sementara Joan memastikan gerbangnya sudah terkunci dengan benar.

“Ayo, Ra.” serunya kemudian.

Di sepanjang perjalanan pulang, mereka hampir tak saling bicara satu sama lain. Gadis itu terlarut di dalam pikirannya sendiri begitu pula dengan temannya yang sedang mengemudi. Mereka hanya membiarkan suara klakson dan deru knalpot yang berisik mengisi kekosongan di antara keduanya sampai waktu menghantarkan mereka ke depan sebuah pagar besi lipat, pagar rumah Ara.

“Oh!” sahut gadis itu tersadar.

Ia buru-buru turun dari jok motor dan membuka helm-nya dengan hati-hati. Wajahnya tampak lelah. Memang tertutup masker, tapi sorot matanya tak bisa bohong.

Joan tersenyum padanya. Laki-laki itu membuka telapak tangan kirinya dan menjulurkannya ke hadapan si perempuan sebagai tanda perpisahan. Ara dengan sigap menepuk telapak tangan Joan dengan tangan kanannya dan untuk beberapa saat, jari jemari mereka saling berkaitan—seakan masih ada sesuatu yang belum selesai, yang ingin disampaikan di antara keduanya tapi kata-kata tampaknya enggan untuk bekerja.

Sebelum benar-benar berpisah di ujung jalan, si gadis mendekat dan kemudian berbisik di dekat telinga Joan dengan lembut,

“Hati-hati di jalan, Jo,” gumamnya. “titip salam buat pacarmu yang cantik,”

Joan mengangguk mantap, ia menepuk lengan gadis di depannya satu kali sebelum benar-benar pergi.

“Sehat sehat, Ara.”

Beberapa saat kemudian, Joan dan sepeda motornya menghilang di tikungan jalan, tinggal menyisakan si perempuan seorang diri yang masih berdiri mematung di depan pagar rumahnya sendiri. Ia baru saja menyaksikan kepergian seseorang yang pernah disukainya, yang pernah menyukainya, dan yang ternyata memang ditakdirkan semesta untuk sekadar menjadi kawan pada akhirnya.

Gadis itu menghela napas, lagi. Yah, namanya juga hidup, tak pernah tak mengejutkan.

Ia kemudian membalikkan tubuhnya yang berbalut jaket tebal dan segera melangkah masuk ke dalam pekarangan rumahnya dengan gontai. Lalu tanpa sadar, bibirnya tersenyum. Di dalam kepalanya terputar reka adegan yang telah terjadi dalam satu hari yang panjang. Tak pernah ada yang tahu, bahwa jauh di dalam benaknya, ia selalu bersyukur bisa menjadi salah satu dari sekian banyak serpihan kecil di dalam hidup Joan. Di matanya, Joan adalah figur yang mendekati sempurna; sosok seorang teman, sahabat, kakak, seseorang yang bisa memberinya saran, hiburan, sekaligus melindunginya dalam satu waktu.

Tidak jadi masalah jika tak jadi pilihan hati.

Sebab tidak perlu menjadi seorang kekasih untuk bisa menikmati rasanya menyayangi, bukan?


-End-

 

Comments

  1. pada akhirnya kita memang ngga pernah tau ending sebuah pertemanan bagaimana, terlebih pertemanan dengan lawan jenis

    diksinya seperti cara bicara Ara: ekspresif & penuh warna��

    ReplyDelete
  2. Hihii..entah masalah waktu, atau kurang peka 😭 tapi kalimat penutup sungguh asksksksk

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Study at Mr. BOB Kampung Inggris Pare

Haaaaloooo gaessss!😀 Okay, to the point aja ya biar ga kelamaan, karena aku tau nunggu itu gaenak😢 Sekarang aku mau bagi-bagi informasi + cerita-cerita pengalaman pribadi aku sama kalian semuaa para readersku tersayang :') *lebay* tentang... *jengjengjengjeng...* PENGALAMAN BELAJAR BAHASA INGGRIS DI KAMPUNG INGGRIS PAREEE~!  Yuhuu~ *plokplokplok* *jingkrak-jingkrak*   Jadii, buat siapapun yang pengen ke Pare tapi bener-bener blank dan gapunya gambaran apapun tentang Pare kayak, "Pare tuh kayak gimana sih?" or "Aku harus bawa apa aja kesana?" or "Nanti aku tidur makan segala macemnya gimana?" Yeaaah kalian milih blog yang bener guys👍 Aku harap cerita dan ulasan dari aku ini bisa lumayan ngebantu dan ngasih gambaran ke kalian biar nggak blank banget karena aku bakal bahas dengan detaaaiiilll^^ So yupz, what are you waiting for? Check it out!   1. Lokasi Kampung Inggris Pare    Kampung Inggris a.k.a English Village Pare ini terlet...

#AkuInspirasiku : Emangnya Cuma Anak SMA Formal Aja yang Bisa Lolos PTN?? Anak Homeschooling Juga Bisa!

Halo, semuanya! :) Kenalin, aku Saybah. Gadis labil dan superbiasa yang beberapa hari lagi baru akan menginjak usia kedelapan belas. Di postingan kali ini, aku ingin bercerita tentang sebuah kisah perjalanan unik yang mungkin nggak semua orang punya. Sepotong kisah perjalanan hidup seorang aku , yang awalnya sama sekali nggak punya niatan buat kuliah di Indonesia (serius!), apalagi ngambis ngejar-ngejar PTN kayak temen-temenku yang lain. Namun, rupanya takdir punya bahasanya sendiri. Karena di sinilah aku sekarang, duduk di atas tempat tidurku yang nyaman, mengetik semua ini sedari awal sebagai salah satu dari ribuan pendaftar yang dinyatakan lolos jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 dan telah berstatuskan sebagai mahasiswa baru di Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas Pendidikan Indonesia. Alhamdulillah :) Sebelumnya, aku mau kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena semua takdir dan keberhasilan ini nggak akan ...

CERITA CIHERASKU | First Time Ngasih Dot Susu Ke Anak Kambing!!

Halo~ Halo~ Udah seabad nih ya gak ngepost tulisan apa-apa. Blog ini udah bagaikan taman di kotaku aja, makin sini makin gersang, sepi, dan gak keurus. Ups keceplosan🙊 Ya udah sih ya, mau berapa kali pun aku minta maaf gegara kelamaan gak posting sampe sujud sujud di tanah juga gak bakalan ngefek gimana gimana kan ya . Ceilaaahh.. Udah kerasa belum sih aura-aura orang sibuknya?😎😎 Yup, tanpa banyak muqodimah #aseekk, langsung aja ke inti ceritanya. Kali ini bukan cerita motivasi, bukan tugas sekolah juga, tapi aku harap sih kalian bisa ngambil hikmahnya dari setiap tulisan yang aku ketik ini. Yakali udah baca sampe abis gak dapet apa-apa:( Rugi dong sayaaangg! Seenggaknya ada sesuatu yang bisa kalian petik dari serpihan diari ini gitu, ya seenggaknya kalian jadi tau kalo ternyata kambing juga ngedot atau apa kek. Yaudah ya, kepanjangan ini intronya. Langsung aja cuuusss, check this out! Jadi, dari tanggal 24 September - 5 Oktober 2018 kemarin itu emang jadwalnya program maga...

10 TIPS PDKT ALA ALA :)

Halo, semuanya!👋👋 Gak kerasa ya, satu semester sudah berlalu sejak terakhir kali aku posting tentang cerita SBMPTN 2019 ituu wkwkw ( kamu wajib baca di sini! ).Rasanya baru kemarin, serius deh. Kalo diinget-inget lagi, ternyata udah lebih dari satu tahun terlewati sejak pertama kali aku memasuki fase bimbel dan 'mulai serius belajar'-ku demi bisa jadi mahasiswa kayak sekarang /ngggg terharuuu/. Sumpah gak kerasa banget, rasanya kayak emang baru kemarin semua perjuangan ini dan itu aku lakukan, ujian sekolah, UN, try out ty out try out, UTBK gelombang satu gelombang dua, dan sekarang udah mau naik semester 2 aja kuliahnyaaa. Huhuhu secepat inikah waktu bergulir :') Dan akhirnya, setelah melewati masa-masa sulit dan adaptasi yang nggak gampang di dunia perkuliahan, setelah menyelesaikan banyak banget tugas kuliah dan ospek jurusan yang nggak ada matinya, aku bisa kembali menyapa kalian dan nulis lagi, guys! So, welcome back to my diary !😭💜💜 Aww seneng bgttt. B...

Ini Dia, 10 Tips Ngeblog Asyik Ala si Ibu Jerapah

Tepat seminggu yang lalu, Hayat School kedatangan seorang tamu istimewa, lho! Beliau adalah seorang blogger nasional yang sudah menjuarai berbagai kontes menulis dan juga menerbitkan beberapa buku karya sendiri. Beliau memang sudah tertarik dengan dunia tulis menulis dan mengasah potensi menulisnya sejak dini. Ya intinya, menulis telah menjadi hobi favorit sekaligus juga bagian dari hidupnya, wkwkwkwk. Lalu, siapakah dia? Tadaaa~! Kak Dessy namanya, lengkapnya Dessy Natalia. Sebuah nama yang cantik dan terkesan anggun, bukan? Yup! Kak Dessy yang lebih dikenal dengan blog usernamenya, Ibu Jerapah, memang tidak kalah cantik dengan namanya sendiri. Dalam sekali lihat, kalian mungkin akan berasumsi bahwa beliau adalah anak kuliahan. Dengan style -nya yang santai dan pembawaannya yang cheerful, kalian akan mengiranya begitu.   Kak Dessy (Belakang, 3 dari kanan) bersama para siswa upgrade Hayat School Eiits! Tapi jangan salah, ternyata Kak Dessy bukanlah seorang anak k...

Memahamimu, Baru Memahamiku

Apakah kamu pernah, berada di atas puncak kelelahan? Ketika kamu dihadapkan kepada sebuah masalah lalu semua orang menghilang entah ke mana, tak ada satu orang pun yang mempedulikan dan bisa memahamimu. Tidak ada yang memahami kesulitan serta perasaanmu. Tidak ada yang mengerti kamu. Lalu apa? Apakah kamu ingin mendaki sampai ke puncak Everest dan menjerit-jerit ke langit hingga tenggorokanmu sakit bahwa hidup ini tidak adil? Bukan seperti itu, kawan. Hanya saja, mari kembali bercermin. Menatap pantulan dirimu yang ada di sana, dan lihat, apakah ada satu riasan yang kurang sehingga membuatnya tak sempurna? Apakah ada sesuatu yang belum kamu lakukan terhadap orang lain sehingga kamu belum mendapatkan balasannya? Aku tahu bahwa kamu juga ingin pernak pernik kekinian seperti yang semua teman-temanmu miliki. Aku tahu bahwa kamu hanya ingin memenuhi isi lemarimu dengan baju-baju bagus dan bermerk seperti yang semua teman-temanmu lakukan. Memiliki semua yang keren, dan hidup sebagai anak...

Yuk, Simak 5 Kebiasaan Orang Korea yang Wajib Kita Tiru!

Annyeonghaseyo, readers !  Di postingan kali ini, aku akan membahas lima budaya dan kebiasaan para oppa - eonni yang sering nongol di drama layar kaca itu loh~ Wuih, bakalan asyik nih, hehehe :D Karena aku juga termasuk seorang fangirl  yang lagi terjangkit virus Hallyu , mohon dimaklumi ya, kalau tiba-tiba artikelnya jadi agak ngidol atau gimana :v Ok, what are you waiting for? let ’ s check it out! Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa setiap negara pastilah mempunyai culture  atau budaya masing-masing yang berbeda-beda. Menurut pendapatku, budaya / kebiasaan itu sendiri terbagi menjadi 2 macam. Pertama adalah kebiasaan yang diwariskan turun temurun dari moyang-moyang terdahulu dan biasanya itu bersifat kebudayaan murni. Kemudian yang kedua yaitu budaya yang tercipta dikarenakan faktor zaman & teknologi yang semakin sini semakin berkembang. Sebagai contoh, kehadiran smart phone di muka bumi ini memberikan dampak budaya & perubahan yang sangat besa...

Contoh Resensi Buku: Hazu Academy (2009)

Hello! Hari ini aku mau bagi-bagi info, yaa siapa tahu aja kan ada yang lagi dapet tugas Bahasa Indonesia disuruh bikin resensi buku? Siapa tahu bisa bantu gitu kaann dikit-dikit :') Sebenernya ini juga tugas dari Literature Club di sekolah sih wkwk. Buku yang aku bahas juga buku jadul, jamannya masih suka borong KKPK waktu kelas 3 SD gitu :v Okay, just check it out! Source: www.google.com Resensi Buku - Judul Buku: Hazu Academy - Pengarang: Sarah Aulia Muntaza - Penerbit: DAR! Mizan - Tahun Terbit: 2009 - Jumlah halaman: 163 halaman (Identifikasi Buku) - Genre: Fantasi - Tokoh: Nabuo Azake, Tatsuo Azake, Tsuyama Haragaka, Haruna Ikada, Erica Yuzuno, Zachary - Latar Tempat: Bumi, Hazu Academy - Latar Waktu: Masa kini - Latar suasana: menyenangkan, mengharukan, mendebarkan, mencekam - Alur: Maju - Sudut pandang: Orang ketiga (maha tahu) (Sinopsis) Nabuo dan Tatsuo Azake adalah saudara kembar yang secara diam-diam didaftarkan oleh ayah...

Jalan-Jalan Ke Museum Geologi Ala Hayatschooller

Museum Geologi? Hueeekk!😩 9,9 dari 10 rakyat Bandung akan dapat dipastikan mengalami gejala mual dan mood-down saking bosannya. Bagaimana tidak? Museum Geologi adalah museum paling populer, terdekat, dan terjangkau yang ada di Kota Bandung sejak aku masih dibedong hingga sekarang. Fosil dan dinosaurus adalah hal yang cukup menarik bagi anak-anak maupun orang dewasa sehingga tidak mungkin untuk dilewatkan. Lokasinya yang strategis, dekat dengan Gedung Sate (bangunan simbolis Jawa Barat) dan Masjid  PUSDAI Jawa Barat, menambah banyaknya pengunjung yang datang. Tepatnya museum ini terletak di Jl. Diponegoro no 57. Bahkan, hampir setiap hari ada bermacam-macam bus pariwisata dari berbagai daerah di Pulau Jawa terparkir di sepanjang museum. Benar, Museum Geologi Bandung sudah dianggap memuat informasi yang lengkap dalam menunjang kepentingan kegiatan belajar mengajar pada bidang IPS, khususnya sejarah dan geografi untuk pelajar setingkat SD-SMA. Namun tak dapat dipungkiri bagi mahas...

[1st WIN lagi!] Korean Drama Live Dubbing Competition (말하기) dan Apa Itu Homey Show 2019

Haloooooooooooooo, uhuk, uhuk, uhuk. Ehehehe. Ini tadi batuk asli pas lagi ngetik jadi auto type gitu, serius dah. Flu mulu nih dari Desember, belom sembuh-sembuh juga Ya Allah udah setaun dih. Hiks:( Wey, wey.. btw pakabs nih, udah lama banget ya kitaaaa... lost contact. Seabad ada kali ya. Di postingan kali ini aku bukannya mau pamer sertifikat /eh/ atau sombong sombongan etc karena kebetulan seminggu yang lalu aku emang baru banget menang semacam lomba gitu EHEHEHE. So, kali ini aku pengen sharing aja ke kalian semua tentang jenis perlombaan yang bisa dibilang cukup 'unik' ini dan tentunya aku juga bakal ceritain manis pahitnya perjuangan di balik gelar sang 'JUARA 1' wkwkwk. Ya wajarin aja kali ya kalo ternyata kalian di sini accidentally ngerasain happy vibes yang nyelip di setiap hurufnya ato apa HAHA karena ya saya juga kan manusia :( Saya pun berhak untuk merasa bahagia :) #tertusuq. Eh ada kembaran Q: Eh, eh, eh. Kalian nggak bingung kan pa...